Rabu, 27 Juli 2011

豊臣秀吉(とよとみひでよし)

Jepang abad ke-16 merupakan zaman pembantaian dan kegelapan. Zaman dimana satu-satunya hukum yang berlaku adalah Hukum Pedang. Dalam tatanan masyarakat hierarkis yang kaku dan melarang keras adanya penyatuan kelas sosial, Hideyoshi lahir sebagai anak petani miskin. Hideyoshi yang hanya setinggi 150 senti dan berbobot 50 kilogram serta tidak memiliki kemampuan beladiri, tampaknya mustahil untuk menjadi seorang Samurai. Tetapi dialah yang menjadi pemenang tunggal dari perang berkepanjangan dan berhasil menyatukan negeri yang sudah tercabik-cabik lebih dari 100 tahun. Dialah Sang Samurai Tanpa Pedang.
Hideyoshi memulai karir di sebuah kelompok Samurai yang dianggapnya memiliki visi yang kuat untuk menyatukan Jepang, Klan Oda. Dipimpin oleh seorang Samurai muda, Oda Nobunaga. Memulai karir hanya sebagai pelayan pembawa sandal, Hideyoshi melakukan tugasnya dengan sangat baik dan tidak jarang melakukan tugas yang seharusnya bukan menjadi tugasnya, sehingga mampu berkembang disana.
Kehidupan Hideyoshi mulai membaik setelah dia menjadi kepercayaan Oda Nobunaga. Dia berhasil melaksanakan tugas dengan baik, yaitu saat perenovasian Benteng Kiyoshu, penaklukan Benteng Asakura di Kanegasaki serta menjadi pemimpin pasukan Garda belakang saat penarikan mundur pasukan dari Kanegasaki sebagai pelindung Oda Nobunaga. Serta saat pengepungan Benteng Miki dan Benteng Takamatsu di Inabayama pada tahun 1582 dari Klan Shimazu.
Setelah kematian Oda Nobunaga oleh Mitsuhide, Hideyoshi tampil sebagai pemenang dari lawan lawan politiknya. Hideyoshi yang lebih memilih jalur diplomasi daripada jalan pedang membuatnya menjadi pemimpin yang bisa menyatukan Jepang tanpa adanya peperangan, seperti dalam kalimatnya “peperangan harus menjadi jalan terakhir”. Karena sebagian besar penaklukan yang dilakukannya banyak melalui jalam damai dan diplomasi. Hal ini membuat dirinya mendapat julukan “The Swordless Samurai”.
Pada tahun 1585, Hideyoshi sudah berhasil menyatukan hampir seluruh Jepang dan berhak mendapat gelar Wakil Kaisar serta Kaisar Go-Yozei menganugerahkan nama keluarga Toyotomi kepada Hideyoshi.
Meski kehidupannya banyak diwarnai kisah kesuksesan, Hideyoshi pernah mengalami fase buruk dalam hidupnya. Keputusannya untuk menginvasi Korea dan China (1592-1598) yang menimbulkan banyaknya korban jiwa dan kekalahan menjadi kesalahannya yang terbesar.
Hideyoshi wafat tahun 1598 dan digantikan oleh anaknya, Hideyori yang masih anak-anak. Kematiannya menjadi pertanda serangan ke Korea berakhir dan penarikan mundur pasukannya dari Korea.

Aditia “BeeRouze” Rahman

neko danka - Kucing Keluarga Pengurus Kuil

Dahulu kala, di sebuah kuil di gunung, hiduplah seorang biksu paruh baya yang punya 19 bakat bersama seekor kucing betina yang dalam sehari kegiatannya (hanya) tidur sebentar sambil bersantai.
Tapi. Pada suatu pagi, biksu itumenyadari suatu hal yang aneh. Seperti biasanya saat mengenakan jubah, sidikit basah, bagian bawah pakaiannya sedikit kotor oleh lumpur. Karena hal tersebut berlangsung selama 2 – 3 hari, sesuai dugaan, sang biksu pun menyandarkan lehernya, pura-pura tidur, memutuskan untuk mengawasi keadaan tersebut. Kemudian kucing betina yang tidur melingkar di bagian bawah futon terbangun, setelah memastikan nafas tidur si biksu, dengan terampilnya memakai jubahnya (biksu) yang digantung di kamar ke bahunya lalu keluar. Agar tidak ketahuan oleh si biksu, setelah pergi memakai secara diam-diam, si kucing betina entah apa sebabnya, dengan berpura-pura bermegah diri masuk ke dalam kuil. Saat cob mengintip, kuilnya, (ada) 3 (helai) bulu, (warna) hitam, putih dan berbagai jenis kucing berkumpul beberapa puluh ekor, dan lagi semuanya secara teratur duduk bersila. Karena ada sesuatu yang aneh, begitu si biksu akhirnya melihatnya , keluar dengan jubah yang digantung si kucing.
Si kucing betina dengan memasang wajah yang serius tidak menunjukkan apa-apa, duduk seperti yang dilakukan si biksu (saat) di tempat kerjanya, mulai membaca kitab Budha. Meskipun dikatakan (membaca) kitab Budha, seperti yang baru saja di lafalkan si biksu, karena ungkapan bahasa kucing, terdengar (seperti) diucapkan dengan cara [nyaan, nyaan, nyaage, nyaaguu], makin lama makin aneh, menahan perut, secara diam-diam memisahkan kuil.
Pagi keesokan harinya, begitu si biksu membuka mata, si kucing betina yang sedang menunggu di sisi tempat tidur, dengan sikap yang siap dan tegap kemudian mulai berkata, “biksu, kemarin malam (dengan tidak sengaja) telah melihat hal yang tidak mengenakkan, tapi terima kasih karena sudah dimaafkan kalau begitu, karena sudah banyak berhutang budi, (saya) ingin mengembalikannya. Tidak lama lagi, karena harus ikut upacara pemakaman di rumah seorang jutawan, pada waktu itu saya membacakan mantera. Kalau si jutawan itu datang meminta bantuan kitab Budha kepada biksu, tolong diterima saja. Saat biksu mengucapkan [amin] dalam kitab Budha, mengisyaratkan bahwa telah membatalkan manteranya. Benar benar tolong jangan sampai lupa.” Begitu si kucing selesai berbicara, sosoknya menghilang tiba-tiba.
Beberapa saat kemudian, seperti yang dikatakan si kucing, anak dari jutawan itu sendiri meninggal.


Upacara pemakaman pun digelar. Para pendeta berkali kali dipanggil, tapi hanya pendeta tinggi yang sudah tua saja yang dilupakan, dari mana pun suaranya tak terdengar.
Lalu, tiba waktunya pengusungan peti. Di tengah-tengah prosesi yang panjang, tiba-tiba ketika peti dikira akan diangkat, petinya hanya berhenti diam di udara. Kejadian ajaib ini membuat semua orang terkejut dan panik. Kemudian para pendeta langsung membaca sutra secara bersamaan, tapi tak sedikitpun terlihat pengaruhnya. Di samping, walau si jutawan meneriakkan kalau akan ada hadiah yang besar, hal ini sudah tak terhindarkan lagi. Di saat yang sama, seorang nenek teringat tentang pendeta tinggi di kuil gunung, dan memberitahukannya kepada si jutawan. Para penduduk desa lainnya semua berkata tak setuju, “memangnya bisa apa pendeta tua seperti dia?”. Namun si jutawan yang sangat membutuhkan bantuan walau sekecil apapun segera mengutus kurir (untuk ke kuil gunung).
Pendeta di gunung, setelah selesai mendengarkan duduk permasalahannya, dia pun bersiap-siap, dan tanpa menunjukkan kebingungan, dia mulai berjalan menuju tempat di mana semua orang menunggu. Di tengah-tengah orang yang penasaran, dia duduk di atas rumput, dan mulai membaca sutra dengan khusyuk. Setelah dia membaca ayat-ayat (なむとらあやあやあ/namutoraayaa), peti anak perempuan jutawan yang tadinya tidak mau bergerak sama sekali akhirnya turun ke tanah. Jutawan dan para penduduk desa pun terkaget-kaget sekaligus bahagia. Akhirnya, pemakaman anak perempuan si jutawan pun berjalan dengan lancar, dan sebagai rasa terimakasih, kuil gunung dibangun kembali. Segala kekurangan yang dibutuhkan kuil dipenuhi, dan barang-barang bagus pun disumbangkan ke kuil. Namun pendeta tinggi yang sudah tua tetap tak berubah, menjalani setiap harinya dengan santai-santai tidur-tiduran.

Nilai Moral: selalu berbuat baiklah pada sesame makhluk hidup, karena perbuatan baik akan senantiasa dibalas.

pekerja paruh waktu jepang

Trend yang mencolok di antara orang Jepang adalah peningkatan jumlah pekerja paruh waktu (kurang dari 35 jam seminggu). Proporsi pekerja paruh waktu wanita meningkat terus menerus dari 8,9% (570.000 pekerja) di tahun 1960, menjadi 30,7% (5,92 juta pekerja) di tahun 1992. Tahun 1992, seluruh pekerja paruh waktu di Jepang berjumlah 8,68 juta orang, 68,2%nya adalah wanita.
Dinas pekerjaan umum tahun 2003 mencatat jumlah seluruh angkatan kerja wanita di Jepang sebanyak 25.5 juta yang 41. 4 % (9.3 juta). Mereka bekerja sekitaran 6 jam per hari kurang dari 35 jam dalam seminggu dan digaji rata-rata per jam 809 yen. Lapangan pekerjaan yang biasanya mereka geluti adalah retail kecil, grosir, atau industri makanan (34,6%), industri jasa (29,1%) dan industri pabrik (1,3%).
Faktanya 80,6% pekerja paruh waktu ini menikah dan 54,9% diantaranya memiliki anak. Dari kelompok ini, sejumlah besar telah selesai memantau pendidikan wajib anak mereka. 82,3% memiliki anak usia sekolah, 9,5% anak-anak usia dini atau belum sekolah, dan 8,2% memiliki keduanya.
Karena kewajiban memantau anak di rumah membutuhkan waktu sebentar, ibu-ibu Jepang masa kini aktif dalam dunia kerja, meskipun sebagian besar part time berupa pekerjaan sampingan dan sementara. Pekerja part time wanita tampaknya bekerja dengan alasan yang sama seperti wanita yang bekerja full time, yaitu untuk mendapat penghasilan tambahan untuk mereka sendiri maupun keluarga.
Bagi wanita yang bekerja peruh waktu, mempunyai kemandirian ekonomi dan menyadari potensi diri bukanlah alasan sebenarnya untuk bekerja, melainkan hanya untuk mengisi waktu luangnya saja karena anak-anak mereka sudah dewasa dan bisa mandiri. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa penghasilan yang diperoleh sedikit banyak membantu finansial keluarga.
Jika dilihat dalam film Arroun 40, memperlihatkan bahwa seorang ibu yang sudah selesai membesarkan anaknya (usia SMA) mengalami kebosanan jika hanya menjadi ibu rumah tangga biasa. Yang hanya mengurusi urusan rumah tangga; anak dan suami. Tidak bisa mengekspresikan diri lebih lanjut dan tidak bisa berinteraksi dengan orang-orang selain kalangan ibu rumah tangga.
Masih berdasar film tersebut, jika seorang ibu kembali bekerja akan bisa menambah tingkat intelektualitas dari pergaulan dengan orang-orang yang selain kelompok ibu rumah tangga. Bukan hanya sekedar mendapat uang pribadi untuk keperluan pribadi, tapi lebih untuk pengalaman dan suasana yang baru dengan berinteraksi dengan orang yang bervariasi. Jika hanya berkutat dengan kehidupan rumah tangga yang memiliki waktu luang namun tidak bisa mengisi dan menghasilkan apa-apa akan terasa hambar dan membosankan.
Selain itu juga di Jepang sedang dilakukan penyetaraan kesempatan kerja antara pria dengan wanita. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh perempuan-perempuan muda dan golongan ibu-ibu. Karena jika mereka mendapat larangan untuk bekerja, mereka bisa menggunakan undang-undang ini sebagai alasan agar mereka bisa tetap bekerja.
Tapi mengapa para ibu tersebut tidak kembali bekerja di perusahaan sebelumnya? Hal ini dikarenakan banyak dan sebagian besar perusahaan Jepang tidak memperbolehkan wanita yang sudah memiliki anak kembali bekerja di perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya. Dan perusahaan jepang tersebut lebih mementingkan pekerja yang masih fresh agar bisa optimal dalam bekerja dan sedikit yang mempekerjakan ibu-ibu.
Kekhawatiran dari beberapa minoritas perusahaan yang masih merasa takut bahwa ibu bekerja kurang dapat menunjukkan komitmen dan fleksibilitas dibanding karyawan lainnya (37%), menghilang dari perusahaan setelah masa pelatihan selesai untuk memiliki anak lain (33%) atau memiliki keterampilan yang kurang terkini (24%).
Seharusnya, mayoritas bisnis saat ini menghargai ibu rumah tangga yang kembali bekerja, dengan 72% menyatakan bahwa mereka percaya perusahaan-perusahaan yang mengabaikan kembalinya ibu bekerja paruh waktu akan kehilangan bagian penting dan berharga dari kelompok pekerja. Selain itu, 56% sepenuhnya menganggap bahwa ibu bekerja menawarkan keterampilan yang sulit ditemukan di pasar saat ini, dan 57% menyatakan bahwa mereka menghargai ibu bekerja karena mereka menawarkan pengalaman dan keterampilan tanpa menuntut gaji tinggi.
Oleh karena itu, para ibu-ibu tersebut lebih cenderung memilih bekerja di retail kecil, grosir, atau industri makanan, industri jasa, dan industri pabrik kerena tidak menemukan hambatan seperti peraturan dan kontrak yang terlalu mengika dan mereka bisa lebih leluasa dalam bergaul. Yang utama adalah agar mereka bisa nyaman dalam mengisi waktu luang mereka.

Tidak hanya di Jepang, di Indonesia pun juga ada pekerja paruh waktu yang dilakoni oleh wanita dan mungkin dalam bidang yang hampir sama namun dengan alasan dan tujuan yang berbeda. Jika di Jepang dengan alasan ingin mengisi waktu luang karena kewajiban membesarkan anak sudah berakhir, di Indonesia lebih menekankan untuk menambah kebutuhan finansial. Meskipun memiliki anak yang masih kecil, masih akan meneruskan bekerja. Terlebih lagi jika sudah tidak memiliki suami atau suami yang sudah tidak bekerja. Maka, banyak ibu-ibu yang memutuskan untuk bekerja paruh waktu.
Namun, karena tingkat pendidikan di indonesia masih belum menjangkau semua kalangan masyarakat, terutama wanita. Banyak kaum wanita di Indonesia yang beranggapan tidak perlu berpendidikan tinggi untuk bisa bekerja, akibatnya banyak wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Entah itu pembantu rumah tangga yang menetap ataupun yang hanya panggilan.
Untuk pembantu rumah tangga panggilan, biasanya jam kerjanya adalah sekitar 12 jam kemudian bisa pulang dan mendapat makan. Untuk upahnya msih menggunakan hitungan per hari atau pertemuan, bukan seperti di Jepang yang menggaji dengan satuan jam. Gaji yang diterima biasanya sekitar Rp. 25000 – Rp. 50000 /hari. Hal ini hampir ditetapkan untuk semua pekerjaan paruh waktu di Indonesia.
Jika dikaitkan dengan sebuah perusahaan, seorang wanita yang bekerja di perusahaan tersebut masih akan bisa bekerja di perusahaan dan posisi yang sama. Bila dibandingkan dengan ekspektasi perekrutan karyawan global, 45% dari perusahaan global bermaksud untuk merekrut karyawan baru pada tahun 2011. Studi Regus menunjukkan bahwa niat mempekerjakan ibu bekerja telah jatuh jauh di bawah tingkat ini, hal ini menyebabkan kekhawatiran yang cukup besar bagi keluarga, kelompok-kelompok wanita termasuk pemerintah.
Meski demikian, di Indonesia justru terdapat perbedaan tren, 55% perusahaan berencana untuk menambah karyawan dan terdapat 60% perusahaan menyatakan bahwa mereka berencana untuk mempekerjakan lebih banyak ibu bekerja. Di Indonesia, ibu bekerja tidak menuntut gaji lebih tinggi dibanding rata-rata global (75%), hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gaji antara ibu bekerja dan rekannya.
“Di Indonesia, dimana partisipasi perempuan dalam pekerjaan hampir 38%, dengan mengakui kebutuhan ibu bekerja tidak dapat diabaikan dan dengan perlakuan ibu bekerja yang setara dengan pekerja lainnya, akan memberikan manfaat produktifitas dan pengurangan biaya overhead, serta membuat staff lebih termotivasi,” ujar William Willems, VP South East Asia dan ANZ Regus.
Disini bisa kita lihat, sebenarnya baik pria ataupun wantita, terutama yang sudah ibu-ibu masih bisa mendapatkan dan diperbolehkan bekerja. Karena Indonesia kini makin meningkatkan produktifitas industrinya dan hal terebut akan menyedot banyak tenaga kerja. Jika hanya mencari pekerja usia usia muda tidak akan bisa mencapai hasil yang maksimal. Dan industri-industri wirausaha sekarangpun juga bersaing dengan industri kontemporer dalam peningkatan produksi, dan bisa dibilang juga bersaing dalam perekrutan tenaga kerja.
Namun, kendala yang dihadapi adalah masalah dana. Perekonomian negara yang tidak menentu kepastiannya mendorong banyak wanita/ibu-ibu untuk bekerja tidak diimbangi dengan suntikan dana untuk pelaku industri. Sehingga biarpun banyak ibu-ibu yang ikut bekerja, tetap saja perekonomian keluarga masih belum bisa tercukupi secara maksimal.

KESIMPULAN
Di Jepang, tren bekerja paruh waktu sangat diminati, utamanya untuk kalangan ibu-ibu usia 40 keatas. Alasan utama yang mendasarinya adalah karena mereka memiliki banyak waktu luang setelah 15 tahun mendidik dan membesarka anak, bukan karena menyalurkan keahlian atau demi uang. Namun juga tidak bisa dipungkiri sedikit banyak uang atau gaji yang didapat bisa membantu ekonomi keluarga, biaya pendidikan lanjut untuk anak ataupun untuk diri sendiri. Ibu-ibu tersebut lebih cenderung memilih bekerja di retail kecil, grosir, atau industri makanan, industri jasa, dan industri pabrik. Karena sulit sekali menemukan perusahaan yang mau menerima ibu-ibu usia tersebut untuk bekerja kembali.
Sedang di Indonesia, bekerja paruh waktu yang dilakukan ibu-ibu (usia yang sama) bukan karena juga memiliki banyak waktu luang, tapi lebih karena faktor ekonomi. Meskipun memiliki anak yang masih kecil pun juga memutuskan untuk bekerja lagi jikalau sudah keluar dari tempat kerja semula dan tidak bisa kembali ataupun kembali bekerja di tempat yang sama setelah mengambil cuti beberapa bulan.
Untuk masalah pembayaran gaji, wanita/ibu-ibu pekerja paruh waktu dalam bekerja dihitung berapa jam dia bekerja. Dalam sehari, rata-rata bekerja 6 jam. Sedangkan di Indonesia dihitung per hari dia bekerja. Dan dalam sehari bekerja bisa mencapai lebih dari 10 jam.

yosakoi niseikai - report

Yosakoi Niseikai, Saat mendengar kata tersebut, yang terlintas di kepala pasti sebuah nama tim Yosakoi dari Sastra Jepang FIB UA. Pada tanggal 17-07-2011 kemarin, Yosakoi Niseikai memenangkan juara umum dalam acara Cross Culture Tari Remo dan Yosakoi yang diselenggarakan Konsulat Jenderal Jepang dan Pemkot Surabaya. Di dalam acara yang bergengsi dan mendapatkan juara umum merupakan prestasi yang membanggakan. Karena dalam acara tersebut tidak hanya diikuti peserta dari Surabaya saja, melainkan dari Gresik, Malang, Pasuruan, dll. Gelar juara yang diraih Tim Yosakoi Niseikai ini merupakan kali kedua. Yang pertama pada tahun 2008.

Hari itu bisa dikatakan merupakan hari yang paling berkesan diantara peserta Yoasakoi, khususnya Yosakoi Niseikai. Bagaimana tidak, anggota tim yang kebanyakan mahasiswa angkatan 2010 yang baru pertama kali bergabung langsung bisa merasakan kemenangan. Sebuah hadiah yang amat sangat membahagiakan dan kelegaan setelah berjerih payah selama + 4 bulan.

Latihan gerakan, pembuatan gerakan, kostum, jam latihan, biaya, kuliah, organisasi, capek, bosan, kekompakan dan kerjasama merupakan hal yang terus datang silih berganti yang kadang menghambat jalannya latihan. Apa lagi saat porsi latihan yang ditambah menjelang hari-H. Semua saling menyemangati dan saling memacu, menutup dan membenahi apa yang msih kurang pas. Tambah lagi saat masa yang genting, muncul masalah cedera kaki pada salah seorang anggota. Tapi semuanya itu bisa teratasi berkat kerja sama dan rasa saling percaya antar anggota serta kru yang terlibat.

Detik-detik yang mendebarkan akhirnya datang. Para anggota tim diharuskan bersiap diri sejak pagi buta. Dari hal itu, banyak yang menginap di kampus ataupun numpang tidur sehari di kos teman yang dekat kampus. Kira-kira jam 4 subuh, semua anggota dan beberapa kru sudah berkumpul di kampus untuk memulai make up. Ini bukan perkara mudah. Merias wajah dalam suasana genting bisa saja membuat panik, tapi untungnya semua masih bisa menguasai diri dan tetap saling menenangkan. Sampai kira-kira jam setengah delapan pagi berangkat menuju taman bungkul. Saat itu dibagi menjadi dua kelompok; dengan motor dan taxi. Bagi yang mengendaraimotor, tentunya manjadi perhatian orang.

Setelah sampai, berkumpul dan bersiap untuk tampil. Namun, ada saja kendala yang terjadi. Tapi hal itu langsung bisa teratasi. Tiba saatnya tampil. Dan tidak disangka memukau penonton yang hadir saat itu. Setelah tampil, dilanjutkan dengan parade. Hal ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Parade biasanya dilakukan pertama kali, namun tahun ini parade dilakukan setelah tampil. Mungkin hal ini dikarenakan agar semua peserta peserta bisa berparade di jalan.

Setelah tampil dan berparade, semuanya merasa lega dan bisa sedikit beristirahat sambil menunggu pengumuman di tempat berkumpul. Setelah lama menunggu akhirnya waktu pengumuman tiba. Pembacaan pemenang diurutkan mulai dari tarian terbaik, kostum terbaik dan juara umum. Saat MC membacakan pemenang kategori tarian dan kostum terbaik, nama Yosakoi Niseikai tidak disebutkan. Semua merasa down. Tapi, saat MC menyebutkan pemenang juara umum, hal itu terasa seperti oase di padang gurun. Semua bersorak, tertawa, teriak dan menangis saat mengetahui bahwa juara umum tahun ini diraih oleh Yosakoi Niseikai.

Dengan mengusung piala dan bendera, Didin – selaku ketua Yosakoi Niseikai diserbu anggota yang lain saling menumpahkan rasa haru dan bahagia. Semua berkumpul dan berfoto bersama sampai tidak sadar bahwa acara sudah berakhir. Kemudian, semua kembali ke kampus untuk saling memberikan komentar mengenai kemenangan kali ini.

Kebanyakan komentar yang terucap adalah rasa tidak percaya bahwa akan mendapatkan juara umum. Namun, ada satu komentar dari Olly yang menyebutkan bahwa dia sangat optimis bahwa Yosakoi Niseikai akan menang. Wow, inilah yang dibutuhkan dalam sebuah tim, “rasa optimis” akan sesuatu yang bisa memberikan semangat pantang menyerah sampai akhir (tapi bukan berarti besar kepala). Tidak hanya itu, komentar dari Lazu juga sangat menghimbau, bahwa nilai dari kemenangan kali ini adalah 5. Karena kesempurnaan yang diraih sekarang masih bisa berubah. Entah itu naik, atau turun. Tergantung kita bisa mempertahankannya seperti apa. Sebuah pernyataan yang sangat “dalem” yang harus dipikirkan untuk kinerja kita selanjutnya dalam meraih prestasi. Sesi “cuap-cuap” tadi ditutup dengan foto-foto dengan piala dan kemudian masing-masing pulang untuk beristirahat

kebodohanku

Kebodohanku adalah membiarkan diriku terbawa emosiku, menguasaiku, mengaturku. Kebodohanku adalah ketidak siapanku saat menerima perubahan. Aku menutup telinga dan mataku; tidak mau tahu. Kebodohanku adalah saat semuanya itu mengekangku dan mengurungku.

Aku begitu bodoh yang menutup telinga saat dia memintaku untuk tetap dekat dengannya meski tidak seperti yang dulu. Aku begitu bodoh yang menutup mata saat dia mencoba mendekatiku. Aku begitu bodoh yang membiarkannya terluka karena kebodohanku itu. Aku amat sangat bodoh yang tidak tahu bahwa dia makin terluka saat melihatku dengan yang lain. Aku bodoh dan egois.

Aku tidak ingin menyakitinya. Aku Cuma ingin membuatnya bahagia dan tertawa, bukan melukai dan makin membuatnya bersedih. Aku bosan melihatnya menangis sedih. Aku ingin membuatnya menangis bahagia, memberinya hari yang mengesankan, sekali lagi. Sekali dan mungkin untuk yang terakhir kali. Karena dia berarti buatku.

Jika ada yang harus disalahkan, aku orangnya. Jika dia marah padaku, aku memang pantas untuk itu. Tapi aku ingin menjaganya sekali lagi. Hanya sekali ini saja.

Aku ingin melihat senyumnya merekah.
Aku ingin mendengar tawa bahagianya.
Aku ingin memeluk dan memberinya rasa nyaman.
Aku harap aku mendapat esempatan itu. Untuk kali ini saja.

Rabu, 20 Juli 2011

16 – 07 – 2011 -- 17 – 07 – 2011

16 – 07 – 2011

Entah aku harus ngumpat atau berterima kasih 2 hari ini. Kalo dipikir biasa, bisa dibilang aku dapet sesuatu yang gak terduga. Singkatnya kejutan gitu. Tapi kejutan yang bener – bener bikin shock terapi. Kalo orang lain yang ngeliat sih pasti mikir kalo hal ini hal yang biasa aja ato malah gak penting. Tapi buatku, ya, bener – bener bikin aku entahlah. Entah harus apa. Padahal harusnya aku tau, tapi aku jadi gak tau harus apa. Goblok gak sih? Yah, goblok banget tuh. Uda jelas – jelas tau malah jadi gak tau.


Kemaren itu adalah hari yang auranya gak enak. Bikin marah aja jadinya. Marah kenapa? Ke siapa? Entah, yang jelas emang kerasa memuakkan. Kinenbi taun ini bener – bener kacu pergerakannya menurutku. Publikasi yang dilakuin gak berjalan lancar. Pergerakannya selang seminggu habis festival yosakoi. Kenapa aku peduli? Karena dia; Firsta, dia ikut yosakoi n panitia kinenbi. Dan kenapa aku harus peduli? Karena aku selalu ada di deket dia. Aku nemani dia. Waktu dia capek, waktu dia butuh bantuan, waktu dia pengen dimanja. Yah, aku aku yang selalu ada di sebelahnya waktu dia kayak gitu.

Hari kemaren itu menjemukan n mengesalkan. Aku yang bukan panitia ikut – ikutan capek wira-wiri ngurusi pendaftaran peserta kinenbi yang di Sidoarjo. Rumah – kampus – SMA Sidoarjo => muter – muter – balik kampus lagi – pulang. Capek emang. Tapi selama ada dia, okelah aku capek. Tapi kemaren itu lain. Aura menjemukan uda kerasa sejak pagi.

Berangkat pagi dari rumah – kampus, balik lagi ke SMAN 1. Kenapa ya aku ngelakuin itu? Mboh, aku juga gak tau. Oke, dari rumah – kampus – SMAN 1 dengan maksud panen peserta kinenbi kayak yang uda aku perkirakan sebelumnya. Gakperlu nunggu lama, tinggal mendata, habis itu ngajar, balik ke kampus buat ketemu dia. Good plan i think.

Tapi semua itu gak sesuai rencana. Dia yang sibuk dari pagi uda mengacaukan rencana. Tambah lagi gak ada peserta yang mendaftar. Perkiraan panen peserta hari itu gagal total. Yang ada Cuma nunggu + 3 jam di SMAN 1, di tempat yang mojok gak strategis, tanpa hasil apa – apa. Dan parahnya aku harus mengcancel renacana ngajarku. Oh damn! Aku yang bukan panitia ini melok capek n ngubah jadwalku pula. Damn! Damn!

Yaweslah, habis muter – muter di museum, balik lagi ke kampus. Capek, ngantuk, pengen istirahat bentar sama dia. Tapi itupun juga gak bisa. Kenapa? Dia pengen pulang, tidur di rumah coz latihan yosa diliburkan. Sedikit mengecewakan, tapi okelah kalo dia pengen istirahat di rumah, aku stay di kampus bentar. Tapi dia gak ndang pulang., nunggui aku. Harusnya aku seneng, tapi dia punya tujuan lain. KE KAMPUS C! Kenapa?

Ternyata itu yang bikin aura kemaren memuakkan. “”dia” uda pulang”, itu katanya. SIAL! Kenapa?! Kenapa feelingku tentang hal itu sebelumnya terwujud? Aku benci kemampuanku yang ini. Bukan maksud negatif thinking, tapi pikiran itu muncul dewe n gak lama kemudian terjadi. Dan itu bikin aku gak nyaman. Aku gak punya kesiapan untuk hal itu.

Begitu dia bilang hal itu, serta merta emosiku naik. Aku geram. Pengen marah n ngeluarin amahku tentang “dia” ke dia. Tapi gak tau kenapa aku Cuma bisa berdim diri,nahan itu semua. Apa n kenapa aku kayak gitu? Padahal itu bikin aku sumpek dewe. Dan memang pada akhirnya malam kemaren bikin aku sumpek.

Waktu dia pamit, yang ada hanya seberkas punggung berlalu pergi. Dia menghampiri”nya”. Dan aku gak bisa berbuat apa – apa. Kenapa kau pengecut kayak gitu? Aku gak berani ngungkapin apa yang aku rasa saat itu juga. Aku pura – pura “everything is alright”. Aku pake topeng senyum meskipun aku sakit.

Malam kemaren aku Cuma bisa ngebiarin dia pergi berlalu gitu aja tanpa bisa mencegah dia buat pergi. Coz aku emang gak punya hak atas dia. Aku bukan siapa – siapa. Aku Cuma orang ketiga (yang belum berpredikat) diantara mereka. Apa aku takut kehilangan makanya aku gak mau bilang apa yang aku rasain itu? Entah. Padahal kan aku bukan siapa – siapa, tapi kenapa aku takut?

Hari itu dia dikasih waktu istirahat. Harusnya dia istirahat di rumah, tapi dia malah pergi. Emang sebelum dia pergi, dia sama aku. Tapi aku seneng kalo dia langsung pulang aja kayak yang dia bilang sebelumnya dari pada dia sama aku terus habis itu dia malah gak pulang sampe malem. Mending dari awal ae gak ketemu. Dan kenapa dia kayak gitu? Tapi haknya sih, aku gak punya hak ato kuasa apa – apa buat ngatur dia.

Hari inipun juga. Aku uda nawari dia buat bareng gladi bersi di taman bungkul tapi dia nolak dengan alasan mau nebengi Moniz. Tapi njeketek dia ke kampus C lagi. Pastinya ketemu “dia” lagi. Dan kenapa kok kesana? Kenapa gak ke kampus B aja. Dan ujung – ujungnya dia gak jadi nebengi Moniz. Terus, dia bawa motornya “dia”. Okelah seharian ini dia sama aku. Tapi juga gak sepenuhnya sama aku.

Waktu dia dateng, aku banyak tanya ini – itu. Dan kayaknya dia mangkel coz aku keliatan posesif. Padahal aku Cuma tanya kemaren dia ngapain aja. Dia sedikit nggondok. Yowes, timbang ngamuk – ngamukan, aku aja yang ngamuk dewe. Lempar – lempar botol sampe pecah. Gak puas jane, tapi paling gak bisa ngeredam.

Terus yawes berangkat gladi bersi yosa – nganter dia beli kelengkeng – ngambil baju di rumahnya – balik lagi kampus buat latian lagi – beliin minum n obat – nunggu selesai latian – mbarengi dia pulang sekalian aku pulang. Capek jane aku. Yah, capek jane kayak gini. Tapi kenapa aku masih bertahan? Apa yang pengen aku dapet dari dia? Entah. Aku gak tau. Sampai kapan kayak gini pun aku juga gak tau.

Dan hari ini pun aku juga dapet kejutan yang gak kalah mengejutkannya. Wow! Aku dibentak! Siph! Aku kayak eek! Aku gak pernah mikir! Aku Cuma nyari senengku dewe! Aku sok mandiri! Aku gak inget rumah! Aku gak nganggep orag rumah! Aku gak bener! OKE! FINE! AKU EMANG KAYAK GITU!

Yah, aku sering pulang malem. Aku emang mburu senengku aja. Aku Cuma pake rumah jadi tempt istirahat n makan aja. Emang aku males di rumah. Tapi gak ada penjelasan yang jelas kenapa aku kayak gitu. Kenapa males n males terhadap apa aku dewe gak tau pasti. Yang aku tau aku males. Apa mungkin karena uda males hidup? Entah.

Hmm... aku banyak ngebuang waktu. Aku tau itu. Aku sadari itu. Tapi dari ngebuang waktu itu, aku masih gak tau apa yang aku cari. Apa tujuan dari ngebuang – buang waktu itu. Apa yang aku tunggu. Apa yang pengen aku dapet? Apa yang pengen aku raih? APA?! APA?! ENTAH! AKU GAK TAU!! AKU GOBLOK!! GAK PINTER – PINTER!! Aku Cuma ngelakuin hal yang sia – sia. Bodohnya lagi, aku tau kalo itu sia – sia n tetep aku lakuin. Aku keterlaluan dengan terus memelihara kebodohan ini.

Umpatan, omelan, bentakan n hal yang bisa disetarakan dengan itu emang pantes kok aku terima. Sebagai orang yang bodoh yang tau kalo kebodohan itu harusnya dibuang taoi tetap ngelakuin kebodohan yang sama. Dan kenapa orang yang bodoh kayak aku ini masih hidup sih? Bikin susah aja! Apa yang harus aku pelajari?! Apa aku uda belajar banyak?! Apa yang uda aku pelajari? Apa ada hasil n aplikasinya?

Entahlah. Aku ini kenapa ya? Sesakit apapun seperih apapun, sepahit apapun yang aku rasa, dapet n terima, rasanya aku gak bisa protes. Aku gak bisa nangis masio aku ngerasa capek n pengen nyerah. Yah, aku bolak balik jatuh tersungkur. Sakit dengan luka – luka yang aku dapet. Tapi aku masih bisa berdiri. Apa aku kuat? Entah aku sekuat apa kalopun aku kuat.

Tujuan hidup. Apa tujuan hidupku? Sepertinya gak ada progress n arah yang jelas. Hachiko bilang kalo aku kurang fokus. Dan mungkin aku gak fokus sama tujuan hidupku. Aku sering berbelok, berputar n berkutak dengan hal – hal yang mengalihkan perhatianku. Mungkin emang bener. Aku gampang teralihkan. Tapi juga susah teralihkan. Aku gampang berbelok dari tujuan awal tapi susah kembali ke tujuan awal itu coz aku sering terlalu terpaku dengan apa yang aku alami. Dan bodohnya aku sadar tapi aku masih berkutak dengan hal itu. Mungkin emang bener lagunya Ada Band: Manusia Bodoh => thats me.


17 – 07 – 2011

Hari ini hari yang ditunggu. YOSAKOI TAIKAI. Hari yang uda ditunggu anak- anak yosa. Tapi juga hari dimana aku muak. Gara – gara “penglihatan” itu, aku jadi males, muak. Dan emang “dia” dateng. Dan dia nempel terus. “Dia” juga lengket sama ortunya. Muak aku liat mereka. Sebelumnya waktu aku masih sering ke rumahnya gak kayak gitu. Jambret! Enak ancen nek direstui!

Habis selesai tampil, aku makin muak. Yang ada aku terus muter – muter gak jelas. Dan aku juga gak ngerti uda berapa kali muteri taman bungkul. Tiap aku balik ke tempat kumpul, “dia” masih disitu juga. Anjret! Mentolo tak jejek ae, terus tak buak. Sigh!! Tapi gak tak lakuin. Dan bodohnya kenapa aku mangkel? Iri. Yah, aku iri. Aku gak bisa nahan rasa iri. Tapi kenapa harus iri?

Aku ini kenapa tho?! KENAPA?!

Aku Cuma bisa ngebiarin mereka dengan urusannya. Aku bukan siapa – siapa. Harusnya aku gak boleh marah kayak gini. Tapi kenapa aku tetep kayak gini?

Aku yang entahlah itu sedikit teralih dengan kemenangan Yosakoi Niseikai. Uforia yosa hari ini kerasa banget buat aku. Tapi anehnya, aku gak langsung nangis kayak anak –anak. Aku nangis pas mbilangi Nindy. Sebelumnya dia curhat coz orang yang diharapkan buat geliat dia tampil malah gak dateng. Yah, aku Cuma mbilangi kalo kemenangan ini adalah kebahagiaannya n temen – temen. Persetan sama orang yang diharapkan dateng tapi malah gak dateng. Mereka rugi gak ngerasain kebahagiaan ini. Pas aku bilang itu, aku langsung nangis. Sempet aku mikir, air mataku keluar hanya untuk moment paling menyenangkan aja.

Oke, habis foto – foto gembira, balik ke kampus buat sesi curcol. Dengan suasanya yang masih haru campur seneng semuanya curcol. Habis curcol, dia pulang. Tapi kenapa gak minta anter aku aja. Padahal lho aku disana. Sekalian aku pulang. Pas aku bilang gitu (sms sih), dia bilang kalo mamanya uda punya feeling kalo aku pengen nganterin. OPO SALAHE?! Toh aku yang ada n siap waktu itu.

Responku atas kata – katanya itu Cuma: ENAK KALO DIRESTUI. Lha terus dia malah nyuruh aku nyari cewek yang bisa gantiin dia. Dia juga ngejudge kalo aku uda gak peduli sama dia n yosa. Lha pas aku nangis itu kurang jadi bukti kalo aku peduli? Aku siap sedia jadi kru dadakan apa itu juga gak cukup jadi bukti kalo aku peduli? Kenapa dia seenaknya nuduh gitu? Padahal dia gak tau betapa gilanya aku liat dia n “dia” nempel terus. Tambah lagi “dia” nempel n ditempeli ortunya. COOOOORRR!! Sawangane aku wes dibuak. Dan kenapa aku masih bertahan buat dia? Entah.

kimochi no koto

Bicara tentang hati, berkaitan dengan perasaan. Dan jika membicarakan hal itu, pasti berkaitan dengan rasa sakit. Yah sakit yang tidak kelihatan tapi teramat menyiksa bila sudah terluka.sebuah luka yag tercipta di hati tidak akan pernah sembuh jika kita berhenti untuk mencari cina. Yah, cinta dalah obat dari sakit hati – sakit yang tidak terlihat itu. Namun, cinta juga bisa melukai. Seperti pedang bermata dua. Tergantung bagaimana kita menggunakan. Cinta, perasaan, hati dan rasa sakit itu semua saling berkaitan dan berhubungan erat.

Berkaitan dengan itu, aku pun mengalaminya. Rasa sakit yang hanya bisa aku rasa. Luka yag tidak bisa aku lihat. Luka yang seakan akan tertutup tapi masih merembeskan darah dari dalam. Sebuah luka yang masih bisa terbuka. Luka yang tak kunjung sembuh. Luka yang aku dapat saat bersinggungan dengan sesuatu yang banyak orang menyebutnya cinta – yang berkaitan dengan hati dan perasaan.

Rasa cinta yang benar-benar aku rasakan adalah cintaku terhadap seorang juniorku di kampus – Yoana Dianika. Seorang cewek tomboy dengan wajah yang imut. Yah, dia yang pertama membuatku jatuh cinta. Dia yang membuatku tidak mau melepasnya, tapi dia melepasku. Meski dia melepasku dan itu membuatku sakit dan terluka begitu dalam, aku masih mencintainya, meyayanginya dan merindunya.

Berapa kalipun aku coba untuk melupakannya, keberadaannya, bekasnya dan semua tentangnya, tapi tetap saja perasaan yang aku rasakan itu tidak mau hilang. Meskipun aku bersama orang lain, aku masih bisa merasakan rasa itu. Rasa sakit akan luka yang bercampur dengan cinta, sayang dan rindu terhadapnya. Yah, semuanya bercampur. Membuatku entah harus bagaimana.

Apa dia tahu hal itu?, pikirku. Aku ingin dia tahu. Tapi yang ada dia mnginginkan agar aku melupakannya. Tidak semudah yang dia inginkan. Apa yang sudah diaperbuat terhadapku sudah menjadi sebuah kenangan yang susah untuk aku hilangkan atau hapus. Mungkin aku yang salah. Dan memang aku yang salah. Salahku bahwa aku langsung ingin membuangnya saat dia masih ingin berhubungan baik denganku. Dan sekarang saat aku kembali merasakan perasaan yang dulu, dia sudah jauh dariku. Aku bodoh. Amat bodoh.

Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh saja. Melihat senyumnya, mendengar tawanya, mengingat kenangan yang sudah terbuat bersamanya, membuatku harus berpuas diri. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku tidak bisa lagi menyentuhnya seperti dulu. Aku bukan siapa-siapanya lagi. Entah sampai kapan hal ini aku rasakan.

Tidak hanya dengan Yoana saja aku seperti itu. KhalidatulLutfiah atau Ollly atau Marmut – sebutan sayangku padanya pun juga demikian. Ditinggal ole Yoana, aku coba untuk bertahan dan menahan sakit itu sendirian. Tapi aku makin sakit sendiri. Sampai akhirnya aku bertemu dengan Marmut. Dia sangat mirip dengan Yoana waktu awal aku melihatnya. Sangat mirip. Kembali aku teringat wajah dan kenangan tentang Yoana saat aku akan terbiasa dengan kesendirianku.

Berawal karena aku teringat dengan Yoana, aku coba menagkap bayangnya lewat Marmut. Aku coba untuk sayang terhadapnya meskipun aku masih memiliki rasa terhadap Yoana. Marmut tahu hal itu. Lagi-lagi aku salah. Memang, aku masih belum bisa sepenuhnya sayang Marmut. Tapi aku coba untuk itu. Sampai akhirnya aku bisa sayang Marmut. Tapi, lagi-lagi, aku ditinggalkan. Dan lagi-lagi, aku seperti kapal tanpa nahkoda yang berlayar tanpa tau arah.

Serasa aku tidak berguna. Aku dua kali dibuang. Sakit. Ingin aku marah. Tapi ke siapa? Ke diriku. Aku yang tidak bisa menjaga sesuatu yang diberikan padaku.

Berkali kali aku coba untuk menangkap Marmut. Tapi, tetap saja aku tidak bisa. Dia sudah berjalan pergi menjauh. Aku lelah mengejarnya. Akupun berbalik arah. Aku coba melupakannya, sama seperti aku ingin melupakan Yoana. Tapi, makin aku berusaha, makin aku tersiksa dan terluka. Rasa sakit itu amat sangat menyiksaku dari dalam.

Tapi meskipun aku merasakan hal itu, aku tidak sedikitpun aku membencinya. Meskipun aku marah, aku tidak membencinya. Meskipun aku menjauhinya dengan sikapku yang seakan-akan membencinya, tidak sedikitpun aku benci padanya. Tapi sebaliknya, aku masih menyayanginya. Berkali-kalipun aku coba memungkiri itu, aku benar-benar masih sayang dia.

Aku ingin dia tahu bahwa aku masih sayang dia. Tapi, semuanya tidak bisa kembali normal seperti semula. Dan, lagi-lagi aku yang salah dengan caraku. Dan yang ada sekarang dia makin tidak bisa aku raih. Aku bodoh. Amat bodoh.

Aku tidak ingin dia pergi. Aku ingin dia di sisiku. Aku ingin menjaganya. Aku ingin menjaganya lagi. Aku ingin terus menjaganya. Ada disampingnya. Tapi itu tidak bisa. Betapa bodohnya aku. Rasa sayang yang aku rasakan, muncul tanpa aku sadari bahwa rasa itu sudah amat besar. Dan aku, tidak bisa menghilangkannya meskipun aku sering tidak mengakui keberadaan rasa itu.

Kedekatanku dengan Firsta Novika Aghaniyu pu tidak bisa membuatku memungkiri bahwa aku masih mencintai Yoana dan masih menyayangi Marmut. Dengan Jelas aku masih bisa merasakan kedua rasa itu. Meskipun aku coba menyayangi Firsta dengan setengah hati yang dia beri ke aku, aku masih tidak bisa menghilangkan rasa cintaku ke Yoana dan sayangku ke Marmut. Apa aku egois dengan sikapku ini? Aku sudah diberi setengah bagian hatinya, tapi aku masih memikirkan orang lain.

Aku memang melihat Firsta dan juga memang bisa menyayanginya, menuntutnya untuk melihatku, tapi aku masih melihat dua orang lain di balik Firsta. Yoana dan Marmut. Sebenarnya aku tidak seberapa peduli dengan orang yang sudah mengikatnya, asal dia bersamaku aku tidal mempermasalahkan itu. Tapi kenapa juga aku merasa cemburu yang sangat saat dia bersama kekasihnya? Siapa aku? Bukan siapa-siapanya. Dan, aku pun tidak melihat dia sepenuhnya. Tapi kenapa aku cemburu?

Apa aku egois yang tidak ingin kehilangan Firsta dan masih mengharap kehadiran orang lain?

Yoana, Marmut dan Firsta, ketiganya punya kemiripan yang membuatku nyaman. Tapi, yang aku sadari lagi adalah bahwa Marmut+Firsta=Yoana. Yah, Marmut punya sebagian hal dari pada Yoana, dan sebagiannya yang lain ada pada Firsta. Siapa yang sebenarnya yang memjadi tambatan hatiku? Yoana. Tapi dia sudah tidak bisa aku raih. Keberadaan kami sudah berbeda. Sama halnya dengan Marmut. Aku tidak bisa menjangkaunya. Firsta, entah sampai kapan hubungan ini berlanjut. Sampai dia tidak merasakan apa-apa terhadapku atau aku yang sebaliknya? Atau karena hal lain? Aku tidak tahu itu.

Jika memang sudah waktunya untuk melepasnya, akan aku lakukan. Tapi, sebelum itu terjadi, aku ingin membuatnya menangis bahagia. Satu hal yang aku rasa berguna dari semua yang pernah aku perbuat padanya. Terlebih, aku sering membuatnya menangis. Sama halnya dengan Marmut dan Yoana, aku ingin membuat mereka bahagia.

Mungkin suatu saat nanti aku tidak ada untuk selamanya, mereka bisa mengingat kebahagiaan itu – seuatu yang berguna yang pernah aku yang bodoh ini perbuat untuk orang-orang yang aku sayangi.
 

iseng iseng © 2008. Design By: SkinCorner