Bicara tentang hati, berkaitan dengan perasaan. Dan jika membicarakan hal itu, pasti berkaitan dengan rasa sakit. Yah sakit yang tidak kelihatan tapi teramat menyiksa bila sudah terluka.sebuah luka yag tercipta di hati tidak akan pernah sembuh jika kita berhenti untuk mencari cina. Yah, cinta dalah obat dari sakit hati – sakit yang tidak terlihat itu. Namun, cinta juga bisa melukai. Seperti pedang bermata dua. Tergantung bagaimana kita menggunakan. Cinta, perasaan, hati dan rasa sakit itu semua saling berkaitan dan berhubungan erat.
Berkaitan dengan itu, aku pun mengalaminya. Rasa sakit yang hanya bisa aku rasa. Luka yag tidak bisa aku lihat. Luka yang seakan akan tertutup tapi masih merembeskan darah dari dalam. Sebuah luka yang masih bisa terbuka. Luka yang tak kunjung sembuh. Luka yang aku dapat saat bersinggungan dengan sesuatu yang banyak orang menyebutnya cinta – yang berkaitan dengan hati dan perasaan.
Rasa cinta yang benar-benar aku rasakan adalah cintaku terhadap seorang juniorku di kampus – Yoana Dianika. Seorang cewek tomboy dengan wajah yang imut. Yah, dia yang pertama membuatku jatuh cinta. Dia yang membuatku tidak mau melepasnya, tapi dia melepasku. Meski dia melepasku dan itu membuatku sakit dan terluka begitu dalam, aku masih mencintainya, meyayanginya dan merindunya.
Berapa kalipun aku coba untuk melupakannya, keberadaannya, bekasnya dan semua tentangnya, tapi tetap saja perasaan yang aku rasakan itu tidak mau hilang. Meskipun aku bersama orang lain, aku masih bisa merasakan rasa itu. Rasa sakit akan luka yang bercampur dengan cinta, sayang dan rindu terhadapnya. Yah, semuanya bercampur. Membuatku entah harus bagaimana.
Apa dia tahu hal itu?, pikirku. Aku ingin dia tahu. Tapi yang ada dia mnginginkan agar aku melupakannya. Tidak semudah yang dia inginkan. Apa yang sudah diaperbuat terhadapku sudah menjadi sebuah kenangan yang susah untuk aku hilangkan atau hapus. Mungkin aku yang salah. Dan memang aku yang salah. Salahku bahwa aku langsung ingin membuangnya saat dia masih ingin berhubungan baik denganku. Dan sekarang saat aku kembali merasakan perasaan yang dulu, dia sudah jauh dariku. Aku bodoh. Amat bodoh.
Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh saja. Melihat senyumnya, mendengar tawanya, mengingat kenangan yang sudah terbuat bersamanya, membuatku harus berpuas diri. Karena hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku tidak bisa lagi menyentuhnya seperti dulu. Aku bukan siapa-siapanya lagi. Entah sampai kapan hal ini aku rasakan.
Tidak hanya dengan Yoana saja aku seperti itu. KhalidatulLutfiah atau Ollly atau Marmut – sebutan sayangku padanya pun juga demikian. Ditinggal ole Yoana, aku coba untuk bertahan dan menahan sakit itu sendirian. Tapi aku makin sakit sendiri. Sampai akhirnya aku bertemu dengan Marmut. Dia sangat mirip dengan Yoana waktu awal aku melihatnya. Sangat mirip. Kembali aku teringat wajah dan kenangan tentang Yoana saat aku akan terbiasa dengan kesendirianku.
Berawal karena aku teringat dengan Yoana, aku coba menagkap bayangnya lewat Marmut. Aku coba untuk sayang terhadapnya meskipun aku masih memiliki rasa terhadap Yoana. Marmut tahu hal itu. Lagi-lagi aku salah. Memang, aku masih belum bisa sepenuhnya sayang Marmut. Tapi aku coba untuk itu. Sampai akhirnya aku bisa sayang Marmut. Tapi, lagi-lagi, aku ditinggalkan. Dan lagi-lagi, aku seperti kapal tanpa nahkoda yang berlayar tanpa tau arah.
Serasa aku tidak berguna. Aku dua kali dibuang. Sakit. Ingin aku marah. Tapi ke siapa? Ke diriku. Aku yang tidak bisa menjaga sesuatu yang diberikan padaku.
Berkali kali aku coba untuk menangkap Marmut. Tapi, tetap saja aku tidak bisa. Dia sudah berjalan pergi menjauh. Aku lelah mengejarnya. Akupun berbalik arah. Aku coba melupakannya, sama seperti aku ingin melupakan Yoana. Tapi, makin aku berusaha, makin aku tersiksa dan terluka. Rasa sakit itu amat sangat menyiksaku dari dalam.
Tapi meskipun aku merasakan hal itu, aku tidak sedikitpun aku membencinya. Meskipun aku marah, aku tidak membencinya. Meskipun aku menjauhinya dengan sikapku yang seakan-akan membencinya, tidak sedikitpun aku benci padanya. Tapi sebaliknya, aku masih menyayanginya. Berkali-kalipun aku coba memungkiri itu, aku benar-benar masih sayang dia.
Aku ingin dia tahu bahwa aku masih sayang dia. Tapi, semuanya tidak bisa kembali normal seperti semula. Dan, lagi-lagi aku yang salah dengan caraku. Dan yang ada sekarang dia makin tidak bisa aku raih. Aku bodoh. Amat bodoh.
Aku tidak ingin dia pergi. Aku ingin dia di sisiku. Aku ingin menjaganya. Aku ingin menjaganya lagi. Aku ingin terus menjaganya. Ada disampingnya. Tapi itu tidak bisa. Betapa bodohnya aku. Rasa sayang yang aku rasakan, muncul tanpa aku sadari bahwa rasa itu sudah amat besar. Dan aku, tidak bisa menghilangkannya meskipun aku sering tidak mengakui keberadaan rasa itu.
Kedekatanku dengan Firsta Novika Aghaniyu pu tidak bisa membuatku memungkiri bahwa aku masih mencintai Yoana dan masih menyayangi Marmut. Dengan Jelas aku masih bisa merasakan kedua rasa itu. Meskipun aku coba menyayangi Firsta dengan setengah hati yang dia beri ke aku, aku masih tidak bisa menghilangkan rasa cintaku ke Yoana dan sayangku ke Marmut. Apa aku egois dengan sikapku ini? Aku sudah diberi setengah bagian hatinya, tapi aku masih memikirkan orang lain.
Aku memang melihat Firsta dan juga memang bisa menyayanginya, menuntutnya untuk melihatku, tapi aku masih melihat dua orang lain di balik Firsta. Yoana dan Marmut. Sebenarnya aku tidak seberapa peduli dengan orang yang sudah mengikatnya, asal dia bersamaku aku tidal mempermasalahkan itu. Tapi kenapa juga aku merasa cemburu yang sangat saat dia bersama kekasihnya? Siapa aku? Bukan siapa-siapanya. Dan, aku pun tidak melihat dia sepenuhnya. Tapi kenapa aku cemburu?
Apa aku egois yang tidak ingin kehilangan Firsta dan masih mengharap kehadiran orang lain?
Yoana, Marmut dan Firsta, ketiganya punya kemiripan yang membuatku nyaman. Tapi, yang aku sadari lagi adalah bahwa Marmut+Firsta=Yoana. Yah, Marmut punya sebagian hal dari pada Yoana, dan sebagiannya yang lain ada pada Firsta. Siapa yang sebenarnya yang memjadi tambatan hatiku? Yoana. Tapi dia sudah tidak bisa aku raih. Keberadaan kami sudah berbeda. Sama halnya dengan Marmut. Aku tidak bisa menjangkaunya. Firsta, entah sampai kapan hubungan ini berlanjut. Sampai dia tidak merasakan apa-apa terhadapku atau aku yang sebaliknya? Atau karena hal lain? Aku tidak tahu itu.
Jika memang sudah waktunya untuk melepasnya, akan aku lakukan. Tapi, sebelum itu terjadi, aku ingin membuatnya menangis bahagia. Satu hal yang aku rasa berguna dari semua yang pernah aku perbuat padanya. Terlebih, aku sering membuatnya menangis. Sama halnya dengan Marmut dan Yoana, aku ingin membuat mereka bahagia.
Mungkin suatu saat nanti aku tidak ada untuk selamanya, mereka bisa mengingat kebahagiaan itu – seuatu yang berguna yang pernah aku yang bodoh ini perbuat untuk orang-orang yang aku sayangi.
Rabu, 20 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar