Korupsi itu berasal dari kata corruptio dari kata kerja corrumpere (latin) yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Dan secara umum korupsi itu bias diartikan sebagai tindakan memperkaya diri (yang biasa dilakukan oleh pejabat tinggi ataupun daerah) dengan jalan menyalah gunakan kekuasaan yang mereka miliki. Dan pastinya perbuatan mereka itu sangat merugikan Negara, terlebih masyarakat kecil. Dan tentunya juga tindakan mereka (koruptor) itu melanggar hukum.
Hal yang dipandang sebagai tindakan korupsi itu tidak hanya dalam penggelapan uang negara atau kasus suap menyuap yang dilakukan para elite politik negara tapi juga dilihat dari hal hal kecil yang mungkin secara tidak sadar kita lakukan, contohnya dalam hal uang kembalian. Meskipun Cuma lima ratus rupiah saja jikatidak diberikankepada kita, tetap saja itu merupakan korupsi. Karena kita mengambil apa yang bukan menjadi hal kita; prinsip dasar korupsi. Juga yang terjadi pada kasus polisi cepek yang serupa dengan kasus suap tapi skupnya lebih kecil.
Korupsi tidak hanya berbicara tentang materi, tapi juga bisa berbicara entang hal lain seperti waktu. Hal ini juga sering kita kalukan tanpa sadar dan kita anggap biasa, tapi ini merupakan salah satu tindakan korupsi. Contoh kasus, sebagai mahasiswa banyak dari kita yang cenderung bermain dari pada belajar. Meskipun tugas tugas menggunung, kita masih sempat intuk bermain main. Karena menganggap tenggat waktunya masih lama. Tapi pada saat sudah dead line, kita seringkali mengatakan “waktunya tidak cukup”, “terlalu pendek batas waktunya”, dan lain lain. Disini dilihat berapa waktu yang terbuang hanya untuk bermain tapi membiarkan tugas yang harusnya bisa selesaikan tepat waktu. Akibatnya sering pula kita terlambat mengumpulkan tugas sesuai waktu yang telah ditetapkan dan mengulur waktu. Atau yang paling sering kita lakukan adalah SKS atau Sistem Kebut Semalam. Itu malah akan dan pasti menimbulkan ketidak teraturan. Dan pastinya membiasakan kita untuk tidak disiplin waktu. Itu juga bisa dikatakan sebuah tindakan korupsi sederhana.
Secara hukum, tindakan korupsi itu adalah tindakan melanggar hukum undang undang yang ada (UU nomor 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Dalam segi ekonomi, korupsi yang jelas jelas dilakukan adalah penggelapan uang dan memperkaya diri. Tidak tanggung tanggung penggelapan yang dilakukan. Bisa bermilyar milyar rupiah yang harusnya dialokasikan untuk keperluan dan kebutuhan rakyat malah beralih ke kantong masing masing oknum dan untuk keperluan pribadi.
Para oknum oknum itu sudah punya kedudukan sebagai wakil rakyat (kebanyakan) namun yang menjadi pertanyaan besar sekarang adalah kenapa mereka masih saja haus akan hal yang bukan menjadi hak mereka? Mereka bisa dibilang sudah serba berkecukupan tetapi tetap saja melakukan hal itu. Apakah mereka melakukannya secara sadar atau tidak karena sudah diperbudak oleh materi (khususnya uang). Yah, pada jaman sekarang uang memang sangat berkuasa. Siapa yang punya uang, bisa melakukan segalanya. Apakah itu yang para oknum pejabat pikirkan selama ini? Mereka berlomba lomba agar bisa menduduki kursi dewan wakil rakyat saat pemilu nasional ataupun pemilukada. Otomatis mereka istilahnya merugi dulu dengan melakukan kampanye kampanye di berbagai daerah guna mencari dukungan yang pastinya memakan banyak biaya.
Mereka pasti berpikir “Jika aku menang, aku bisa mendapatkan lebihdari yang aku keluarkan ini.” Tapi, bagi mereka yang kalah, mereka pasti merugi banyak, stress, dan ada pula yang menarik semua yang telah diberikan pada saat mereka berkampanye. Dari efek negatif yang dirasakan itu dapat dilihat kalau memang orientasi mereka yang ingin menjadi wakil rakyat itu sangat tidak murni. Jika mereka benar benar ingin menjadi wakil rakyat yang tulus, mereka pasti punya cara pandang yang lain dalam melakukan kampanye dan menyikapi dari sisi yang lain saat mereka tidak terpilih. Jika semua calon calon wakil rakyat punya pemikiran dan orientasi seperti itu, apa yang nantinya akan terjadi dengan negara ini?
Jika hal itu tidak segera diberantas, secara tidak langsung akan menjadikan para calon calon pejabat ini melakukan hal yang sama. Walaupun memang tidak semua orang yang ingin menjadi wakil rakyat itu melakukan hal yang sama, tapi secara general bisa diprediksi dan bahkan memang akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pejabat sebelum sebelumnya. Mungkin yang ada dibenak mereka adalah, “Aku tidak ingin membuat anak dan cucuku sengsara.” Tapi kalau yang dilakukan itu dengan korupsi, yah sama saja bohong. Malahan akan mencetak generasi generasi yang bobrok moralnya.
Korupsi dalam segi hukum yaitu hukum dengan mudahnya diperjual belikan. Dan pastinya juga untuk keperluan pribadi. Kasus yang sekarang sedang marak araknya yaitu munculnya Makelar Kasus atau yang biasa disebut dengan “Markus” dalam tubuh hokum di Indonesia. Yang menyedihkan adalah keterlibatan para elite politik di dalam Markus ini. Mereka secara sadar melakukan tindakan suap untuk membebaskan diri dari jerat hokum yang telah mereka dapat. Atau bisa dikatakan mereka membeli hokum dengan kekuasaan yang mereka terima. Karena mereka tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang jelas jelas bersalah di mata hukum.
Hukum yang sudah dioerjual belikan untuk kepentingan ersonal atau kelompok ini menjadikan masyarakat tidak bisa percaya lagi terhadap hukum dan undang undang yang ada. Karena aparat penegak hukumnya pun juga mau dibeli. Sekali lagi bisa dikatakan para oknum oknum penegak hukum tersebut dengan rela mendaulukan kepentingan personal atau kelompok tertentu yang merupakan kelompok yang tidak seharusnya dibela. Namun, cenderung bertindak semena mena kepada pihak yang harusnya mendapat erlakuan adil. Meskipun di Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan jelas dikatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlindungan hukum, tapi kalau prakteknya hanya pihak pihak tertentu saja yang mendapat keistimewaan, apalah arti Undang Undang Dasar yang telah dibuat itu.
Memang banyak sekali penyaahgunaan wewenang untuk mendapat perlakuan khusus dalam hukum. Beberapa tahun lalu muncul ke permukaan kasus tentang diberikannya fasilitas istimewa pada para tahanan politik dalam sel kurungannya. Seperti televisi, tempat tidur, kamar mandi yang bagus, dan lain lain. Hal ini pastinya menimbulkan kecemburuan pada para tahanan lain. Mungkin saja mereka ingin protes dan memberontak atas ketidak adilan itu, tapi apa daya mereka tidak bisa berbuat apa apa karena mereka tidak punya kedudukan apa apa. Dan para oknum oknum pengelola Lembaga Kemasyarakatan yang bersangkutan seakan akan tutup mata dan cuci tangan dengan adanya ketidak adilan tersebut.
Contoh lain dapat dilihat pada oknum penegak hukum polisi. Dalam slogannya Melindungi,Melayani dan Mengayomi masyarakat. Tapi banyak sekali dalam prakteknya tidak seperti yang tertera pada slogan tesebut. Contoh konkretnya yaitu dengan adanya istilah polosi cepek. Istilah ini muncul karena oknum oknum polisi tersebut menerima suap dari pengendara yang terbukti melanggar peraturan lalu lintas untukmembebaskan diri dari jerat hukum ang dilanggar. Ada keanehan disini. Sudah jelas jelas status oknum polisi itu adalah polisi sebagai penegak hukum, tapi kenapa dengan mudahnya dan mau menerima suap dari para pelanggar hukum lalu lintas? Apakah mereka membutuhkan uang itu? Tapi padahal banyak yang mengatakan kalau menjadi aparat hukum itu sudah berkecukupan. Ataukah mereka masih serba kekurangan melihat jaman sekarang keadaan menjadi serba sulit sehingga memerlukan banyak tambahan untuk tambalan? Hal itu masih belum terpecahkan.
Yah, kalau berbicara hukum, pasti akan terkait dengan ketidak adilan. Dua hal yang tak terpisahkan. Karena pada dasarnya hukum itu diadakan untuk menjaga keadilan, tapi dalam prakteknya selalu muncul ketidak adilan dari praktek hukum tersebut. Dari ketidak adilan akan muncul ketidak percayaan. Dan dari hal itu akan muncul kesenjangan atau jarak sosial. Puncak dari hal itu akan memunculkan gerakan pemberontakan yang berisi seruan seruan berbagai macam tuntutan namun pada dasarnya kembali pada ketidak adilan tadi.
Jikalau masyarakat sudah tidak percaya terhadap peraturan hukum yang ada dan peraturan itu tidak mendapat dukungan dari rakyat, maka akan berpengaruh buruk terhadap kesatuan negara. Tindakan yang lebih lanjutnya yaitu berlakunya efek yang sama seprti yang terjadi pada hukum, namun konteksnya sekarang adalah ke pemerintahan negara. Jika hal itu terus dibiarkan, maka hancurlah negara yang sudah tidak mendapatkan dukungan dari rakyat. Kehancuran itu bisa dilihat dari makin banyak bermunculan pemberontakan pemberontakan yang menuntut pembaharuan sampai penggulingan pemerintahan yang sedang berlangsung.
Disini mungkin ada benarnya dengan menggulingkan pemerintahan yang sudah tidak bisa dipercaya, namun juga akan berefek lebih parah. Karena masyarakat yang sudah menggulingkan pemerintahan sebelumnya akan berebut untuk menjadi pemimpin baru. Hal ini pastiakan memunculkan kelompok kelompok tertentu yang saling menjatuhkan karena tidak sesuai dengan pandangan yang dimiliki. Hal ini akan terus menerus terjadi hanya berawal dari sebuah ketidak adilan.
Contoh lain yang terkait dengan kasus suap menyuap dalam lembaga hukum mengiut sertakan peran seorang Hakim. Dalam film kalsik dari negeri Tiongkok, diceritakan adanya seorang hakim yang sangat disegani bernama Hakim Bao. Dia adalah seorang hakim yang bijaksana dalam memberikan keputusan hukum. Dia menangani semua kasus danperkara yang ada secara profesional sebagai seorang hakim agung. Tidak ada suap, tidak ada hasut dan tidak pandang bulu siapa yang ditangani. Jika memang terbukti bersalah, maka harus mendapatkan hukuman yang setara dengan yang dilakukan.
Jika dikaitkan dengan alkitab, sosok yang bisa dikatakan setara seperti Hakim Bao pastinya Yesus, Allah Bapa sendiri. Selain sebagai Bapa yang penuh kasih karunia, Dia juga menjadi Hakim Agung dari segala Hakim yang ada. Memang Dia penuh kasih, tapi jika kita melakukan dosa sekecil saja, kita pasti akan mendapatkan upah dari dosa atau kesalahan yang kita perbuat itu. Hal itu dilakukan bukan karena Dia tidak mengasihi kita, melainkan kita patut dihukum karena kita melakukan kesalahan dan hal itu bisa dijadikan pelajaran dalam hidup. Contoh contoh lain keadilan Allah banyak tertulis di Alkitab. Dan keadilan itu menurun ke banyak para tokoh tokoh Alkitab yang sering kita pelajari semasa sekolah minggu bahkan sampai sekarang.
Kembali ke masalah hakim. Hukum, hakim dan keadilan sangat terkait erat. Hukum itu mengatur dan peran hakim adalah penengah antara hukum yang berlakudan kesalahan yang terjadi. Disinilah keadilan nantinya muncul atau tidak. Jika seorang hakim bersikap adil, pastinya memandang kesalahan dari segi hukum itu patut dihukum tanpa kompromi. Bukan bersikap adil jika mendapatkan ‘sebuah pemberian’ atau melihat subyek yang bersalah itu dari kalangan tertentu. Jika demikian, kredibilitas seorang hakim akan dipertanyakan.
Hakim yang benar benar menjunjung tinggi keadilan pasti akan men]mperhatikan hukum yang berlaku. Tidak terlalu lama mempertimbangkan harus menghukum atau tidak jika yang dihadapi itu seorang oknum pejabat elite politik. Jika memang bersalah dan banyak bukti yang mendukung, pastinya tidak akan ragu dalam memberikan putusan bersalah kepada oknum terkait.
Hakim tidak bekerja sendirian. Hakim dibantu jaksa dan tim investigator terkait dalam penyelenggaraan hukum. Tidak hanya hakim yang perlu disoroti, jaksa dan tim investigatorpun perlu juga mendapat sorotan. Kenapa? Karena hal ini seperti tiga titik vital dalam hukum. Jaksa, jika berbicara tentang jaksa, jaksa adalah orang yang memberikan tuntutan hukum kepada seorang terdakwa dalam pengadilan. Dalam mengajukan tuntutannya, jaksa tidak sembarangan mengatakan bahwa si A dikenakan hukuman kurungan selama lima tahun penjara karena telah mencuri satu semangka dan si B dihukum kurungan tiga bulan kurungan penjara karena telah menggelapkan uang pemerintah sebesar sepuluh milyar rupiah. Sangat tidak adil.
Seorang jaksa memang bertugas untuk memberikan tuntutan hukum, kemudian hakim yang akan memutuskan tuntutan itu dilaksanakan atau tidak. Tapi jika seorang jaksa memberikan tuntutan hukum secara ‘ngawur’ akan merugikan pihak pihak yang sudah jelas jelas tidak perlu mendapat tuntutan yang seperti itu. Dalam contoh kasus diatas, pasti ada hukum perundang undangan pidana yang mengatur mengeni masalah terkait dalam tiap pasal pasalnya. Kasus pencurian semangka memang tindakan melanggar hukum undang undang pidana pencurian. Tapi masa kurungannya tidak lebih dari enam bulan sampai satu tahun kurungan. Jka mendapatkan lebih dari itu, biasanya melakukan lebih dari sekedar mencuri. Bisa dikatakan mendapatkan pasal berlapis. Tapi jika tidak, perlu dipertanyakan atas dasar apa sang jaksa memberikan tuntutan seperti itu. Apakah ada bukti lain yang mengharuskan si A mendapatkan hukuman itu ataukah tuntutan jaksa ditunggangi kepentingan tertentu?
Dalam contoh kasus yang kedua, si B mendapatkan tuduhan telah menggelapkan uang pemerintah sebesar sepuluh milyar rupiah dan hanya mendapatkan hukuman kurungan tiga bulan. Jika dibandingkan dengan si A yang hanya mencuri satu buah semangka, sebagai orang awam kita pasti sependapat bahwa si B yang layak mendapatkan kurungan lima tahun penjara dan si A yang mendapatkan kurungan tiga bulan. Jika dua kasus ini muncul bersamaan dan ditangani oleh jaksa yang sama dalam sebuah pengadilan, pasti jaksa tersebut mendapat banyak pertanyaan mengenai kredibilitasnya sebagai seorang penyelenggara hukum. Namun, di Indonesia banyak jaksa yang demikian dan tetap berperilaku seperti itu.
Yang terakhir adalah tim investigator, ata yang dikenal sebagai tim pencari fakta dan bukti. Dalam bidang ini pun sama rawannya dengan posisi hakim dan jaksa untuk mendapat suap. Tim investigator atau tim pencari fakta ini sebenarnya yang paling vital. Karena berdasarkan bukti bukti yang didapat dalam penyelidikan sebuah kasus, akan mempengaruhi jaksa untuk memberikan tuntutan hukum yang nantinya akan disahkan oleh hakim. Jika tim pencari fakta ini mendapatkan suap, pastinya akan bersikap seperti ‘tutup mata’ seakan akan tidak menemukan bukti apa apa dalam kasus yang sedang ditangani, sehingga seorang harusnya mendapat hukuman berat, bisa mendapatkan hukuman ringan atau bahkan bebas dari tuduhan apapun. Jadi, pertanyaan terakhir menyikapi kenyataan seperti itu, dimanakah hukum itu?
Kita sebagai remaja kristen telah banyak mendapatkan contoh tindakan keadilan yag banyak dicatat dalam Alkitab. Disana tidak hanya menampilkan tokoh tokoh penegak keadilan, tapi Allah sendiri sebagai satu satunya penegak keadilan sejati atas segala sesuatu dan keadilanNya itu tidak terkekang oleh waktu. keadilanNya tetap bisa ita rasakan dalam hidup kita hari demi hari. Dari itu, kita pasti bisa berlaku adil. Tapi tidak hanya itu, kita bisa lebih dari sekedar berbuat adil. Kita bisa membela keadilan dari banyak ketidak adilan.
Kesimpulan dari semuanya adalah korupsi tidak hanya sekedar berbicara mengenai penggelapan uang, tapi bisa dari hal sederhana yang kita kalukan sehari hari. Korupsi tidak hanya mengenai ekonomi, tapi bisa dalam hal lain seperti hukum. Dalam segi hukum, korupsi dinyatakan dalam pembelian hukum yang dimainkan para oknum oknum pejabat elite politik terhadap para oknum oknum penyelenggara hukum yang ada mulai dari aparatnya sampai pada lembaga hukum tertinggi. Berbicara mengenai hukum terkait dengan keadilan. Karena hukum dibuat bukan untuk dilanggar, tapi menciptakan rasa aman, nyaman dan menciptakan sebuak keadilan dari determinasi sosial. Dalam penyelenggaraannya, hukum sering ditunggangi oleh kepentingan kepentingan kelompok atau individu, disine peran para penyelnggara hukum perlu disoroti atau diperhatikan agar keadilan tetap dipertahankan dan tidak memihak ke kepentingan kepentingan yang ada. Dalam penyelenggaran itu juga dibutuhkan peran masyarakat untuk mendukung adanya hukum danperaturan peraturan yang ada agar kita semua terbisa hidup teratur dan tidal menciptakan generasi yang bobrok moralnya.
Kamis, 30 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar